Manusia Purba pada Zaman Mesolitikum
Manusia purba pada zaman mezolitikum
memiliki kecerdasan yang lebih dibandingkan dengan manusia purba pada
zaman sebelumnya. Mereka sudah memiliki kebudayaan yang cukup maju dan
tatanan sosial yang lebih tertata rapih. Salah satu jenis manusia purba
yang hidup pada masa ini adalah Abris sous roche, yaitu manusia purba
mendiami gua-gua di tebing pantai. Ini dibuktikan dengan ditemukannya
fosil mereka bersama dengan banyaknya tumpukan sampah dapur yang
menggunung tinggi hingga mencapai 7 meter. Tumpukan fosil ini di sebut
juga dengan kjokkenmoddinger.
Hasil Kebudayaan Zaman Mesolitikum
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa Zaman Mesolitikum menghasilkan beberapa kebudayaan, di antaranya adalah:
1. Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)
Istilah Kjokkenmoddinger diambil dari
bahasa Denmark, yaitu kjokken yang berarti dapur dan modding yang
berarti sampah. Jadi, Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur. Dalam
pengertian yang sebenarnya Kjokkenmoddinger adalah fosil yang berupa
timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput sehingga mencapai
ketinggian ± 7 meter. Fosil ini ditemukan di sepanjang pantai timur
Sumatera, yakni antara daerah Langsa hingga Medan. Penemuan tersebut
menunjukkan bahwa manusia purba pada zaman ini sudah mulai menetap.
Pada
tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian pada
Kjokkenmoddinger. Kemudian, dia menemukan kapak genggam yang berbeda
dengan kapak genggam pada zaman phaleotikum (chopper).
2. Kapak genggam Sumatera (Sumateralith)
Pada tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein
Callenfels melakukan penelitian di fosil bukit kerang dan menemukan
kapak genggam. Temuan tersebut dinamakan sesuai dengan lokasi
penemuannya yaitu pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith). Kapak ini
dibuat dari batu kali yang dipecah – pecah hingga menjadi tajam
ujungnya.
3. Hachecourt (kapak pendek)
Selain pebble, Dr. P.V. Van Stein juga
menemukan kapak pendek (Hachecourt) di dalam bukit kerang. Kapak ini
memiliki bentuk yang lebih pendek (setengah lingkaran) sehingga disebut
juga dengan hachecourt/kapak pendek.
4. Pipisan
Di dalam bukit kerang tersebut ternyata
ditemukan pipisan, yaitu batu – batu penggiling beserta dengan
landasannya. Batu pipisan ini digunakan untuk menggiling makanan dan
juga dipergunakan sebagai penghalus cat merah yang berasal dari tanah
merah. Cat merah ini diperkirakan sebagai alat untuk keperluan keagamaan
dan juga untuk ilmu sihir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar